Pilkada Langsung, Demokrasi Terpimpin dan Runtuhnya Generasi Emas Minang

Judulnya asik banget ya haha..

Ya, akhir-akhir ini sedang ribut soal pilkada apakah dipilih langsung ataukah dipilih lewat DPR. Pilkada langsung sepertinya diajukan oleh partai-partai yang tergabung dalam koalisi Merah Putih. Apakah ini salah satu bentuk ketidaksukaan akan kemenangan seorang ‘kecil’ Jokowi, salah satu pemimpin yang bersinar yang merupakan hasil dari pilkada langsung? Only God knows..

Kemudian kemaren saya lihat di twitter, salah satu justifikasi yang diajukan oleh seorang kader Gerindra bernama Rachel, yaitu Demokrasi Terpimpin ala Soekarno. Saya agak bingung juga hubungannya dimana? Menurutnya kepemimpinan seperti pada era Demokrasi Terpimpin itulah yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Saya  termasuk orang yang tidak setuju dengan anggapan itu.

Dan saya mulai berasumsi jangan-jangan  itulah tujuan dari pimpinan partainya, yang telah diamini para anggota dan kader partai, yang akan didukung koalisi merah putih, wah ini harus dicegah.

Bung Hatta tidak diragukan lagi nasionalisme dan kesantunannya. Dia mengundurkan diri dari Dwi Tunggal karena merasa tidak sejalan lagi dengan Soekarno. Natsir seorang tokoh Masyumi juga tidak sepaham dengan Soekarno, terutama soal kedekatannya dengan PKI. Syafruddin Prawiranegara dulu mendirikan pemerintahan darurat di Bukittinggi atas inisiatifnya sendiri ketika Dwi Tunggal ditangkap Belanda, juga menyatakan ketidaksukaannya. Para tokoh terutama militer di Sumatera memberikan ultimatum kepada pemerintah pusat yang bisa dikatakan mengkritik kebijakan Soekarno dan pusat. Syafrudin Prawiranegara dan Natsir kemudian bergabung dengan PRRI setelah ultimatum itu tidak dipenuhi pusat. Perlu dipahami situasi di Jakarta yang mencekam dan penuh tekanan kepada tokoh Masyumi waktu itu, setelah upaya percobaan pembunuhan Soekarno. Sementara itu Sulawesi ada Permesta dibawah Kawilarang dan Sumual. Di Sumatera Utara dibawah Simbolon. Mereka semua mengkritik pusat. Apakah ada isu kepentingan di tubuh militer? Only God knows..

Pada akhirnya gerakan-gerakan pemberontakan menurut kacamata pusat ini bertumbangan. Apakah inilah era tumbangnya generasi emas Minang? Natsir, Syafrudin Prawiranegara diadili. Juga Sjahrir dari PSI yang sepertinya dituduh mendukung PRRI, karir politik mereka tamat. Ayah Prabowo yaitu Soemitro juga dituduh mendukung PRRI, sehingga ia melarikan diri ke luar negeri. PSI dan Masyumi dibubarkan. Dari Sulawesi Utara juga konon tidak ada lagi yang bisa mencapai posisi tinggi dalam militer.

Apakah benar pilkada dipilih DPRD akan bermuara pada kepemimpinan seperti demokrasi terpimpin? Jika tujuannya itu maka kita patut khawatir. Sejarah telah membuktikan banyak gejolak yang terjadi di Republik ini akibat dari sistem seperti itu. Dengan ini saya menyatakan tidak setuju pilkada lewat DPRD, meskipun jika tidak berhubungan dengan demokrasi terpimpin. Banyak memang kekurangan pilkada langsung, tapi lebih banyak keuntungannya..

Leave a comment